Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Ruang Lingkup Musaqoh, Mukhobaroh, Muzaro'ah



KATA PENGANTAR
  
Segala puja dan puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan inayahnya makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang tepat. Walaupun didalamnya masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan karena minim dan terbatasnya pengetahuan yang kami kuasai.Kedua, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari jurang kebodohan menuju dataran keilmuan seperti sekarang ini. 
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Fikih Muamalah yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan.Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Islam sebagai ajaran yang mengajarkan kehidupan yang seimbang memberikan perhatian yang besar terhadap kegiatan pertanian dan cabangnya. Perhatian tersebut terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an, Hadits dan kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabatnya yang berkaitan dengan pertanian ataupun pengolahan lahan. Pengolahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana yang telah dianjurkan dalam agama islam seperti halnya dengan cara diolah sendiri oleh yang mempunyai lahan atau diolah oleh orang lain untuk dikelola dan dibagi hasil. Hal ini dilakukan karena ada sebagian masyarakat diantara mereka yang mempunyai lahan akan tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengolahnya. Ada juga sebagian yang mampu untuk mengolah lahan akan tetapi tidak memiliki lahan untuk diolah.
Islam memiliki solusi memanfaatkan lahan pertanian dalam system yang lebih menunjukkan nilai-nilai keadilan bagi kedua belah pihak, yakni dengan cara kerjasama bagi hasil yang menggunakan system musaqah, muzaroah dan mukhobaroh yang merupakan contoh kerjasama dibidang pertanian islam. Dalam musaqah, muzaroah dan mukhobaroh biasannya terjadi dikalangan masyarakat saat ini, meskipun syarat dan ketentuan sudah ada tetapi masih saja sering terjadi kesalahpahaman antara pemilik tanah dengan si penggarap terutama dari segi hasilnya yang harus dibagi tetapi perolehan panen tidak sesuai dengan harapan kita. Dan juga mengenai benih yang ingin ditanam oleh si penggarap.



B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian musaqoh, muzaroah dan mukhobaroh?
2.      Apa landasan hukum musaqoh, muzaroah dan mukhobaroh?
3.      Apa syarat dan rukun dari musaqoh, muzaroah dan mukhobaroh?
4.      Apa saja hikmah musaqah, muzaro’ah dan mukhobaroh?


C.    TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.      untuk mengetahui pengertian musaqah, muzaroah dan mukhobaroh.
2.      untuk mengetahui landasan hukum musaqoh, muzaroah dan mukhobaroh.
3.      untuk mengetahui syarat dan rukun dari musaqoh, muzaroah dan mukhobaroh.
4.      untuk mengetahui hikmah dari musaqoh muzaro’ah dan mukhobaroh
















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Musaqah

1.      Pengertian Dan Dasar Hukum Musaqoh
Al-musaqoh berasal dari kata as-saqa. Diberi nama ini karena pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqoh (penyiraman/ pengairan). Secara istilah al-musaqoh ialah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusinya. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, musaqoh adalah akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu. Menurut Imam Syafi’I musaqoh  adalah memberikan pekerjaan orang yang memberikan pohon tamar dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut. Dasar hukum musaqoh adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
‘’Memberikan tanah kepada penduduk Khaibar dengan bagian separuh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian (tanaman). Pada riwayat lain dinyatakan, bahwa Rasulullah menyerahkan tanah Khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal hartanya, penghasilan separuhnya untuk Nabi’’.
Tugas seorang penggarap dalam musaqoh ini adalah mengerjakan apa saja yang dibutuhkan pohon-pohon dalam rangka pemeliharaannya untuk mendapatkan buah. Ditambahkan pula untuk setiap pohon yang berbuah musiman diharuskan menyiram, membersihkan saluran air, mengurus pertumbuhan pohon, memelihara dll.



2.      Rukun dan syarat musaqoh
Dalam pelaksanaan musaqoh  harus memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Syafi’iyah ada lima berikut ini:
1)Shigah yang dilakukan kadang-kadang jelas (sharih) dan dengan samar (kinayah). Disyaratkan , shigah  dengan lafadz dan tidak cukup dengan perbuatan saja.
2) Dua orang atau pihak yang berakad( al-‘aqidani): disyaratkan bagi orang-orang yang berakad dengan keahli (kemampuan) untuk mengelola akad, seperti baligh, berakal dan tidak berapa di bawah pengampunan.
3)      Kebun dan semua pohon yang berbuah: semua pohon yan g berbuah boleh diparuhkan (bagi hasil), baik yang berbuah tahunan (satu kali dalam setahun) maupun yang buahnya hanya satu kali kemudian mati, seperti padi, jagung dll.
4)      Masa kerja: hendaknya ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan, seperti tersebut, tanaman atas pohon yang diurus sudah berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang kebun, seperti menyiram, memotongi cabang-cabang pohon yang akan menghambat kesuburan buah atau mengawinkannya.
5) Buah: hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan bekerja di kebun), seperti seperdua, sepertiga, seperempat atau ukuran yang lainnya satu tahun atau sekurang-kurangnya menurut kebiasaan. Dalam waktu.
3.      Musaqah yang dibolehkan
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah yang diperbolehkan dalam musaqoh sebagaimana dikemukakan oleh Suhendi bahwa Imam Abu Dawud berpendapat, yang boleh di-musaqohkan hanya kurma. Menurut Syafi’iyah, yang boleh di-musaqohkan hanyalah kurma dan anggur saja, sedangkan menurut Hanafiyah semua pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi dapat di-musaqohkan, seperti tebu.
Apabila waktu lamanya musaqoh tidak ditentukan ketika akad maka waktu yang berlaku hingga pohon itu menghasilkan yang pertama setelah akad, sah pula untuk pohon yang berbuah secara berangsur sedikit demi sedikit, seperti terong.
Menurut Imam Malik, musaqoh dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat, seperti delima, tin zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu, dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurut Madzhab Hambali, musaqoh diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan. Dalam kitab Al- Mughni, Imam Malik berkata, musaqoh diperbolehkan untuk pohon tadah hujan dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang perlu disiram.
Kewajiban penyiram (musaqi) menurut Imam Nawawi adalah mengerjakan apa saja dlam rangka pemeliharaan pohon untuk mendapatkan buah. Ditambahkan pula untuk setiap pohon yang berbuah secara musiman diharuskan menyiram, membersihkan, memelihara buah dan perintisan batangnya.
Maksud memelihara asalnya (pokoknya) dan tidak berulang setiap tahun adalah pemeliharaan hal-hal tertentu yang terjadi sewaktu-waktu (insindental), seperti membangun pematang, menggali sungai, mengganti pohon-pohon yang rusak atau pohon yang tidak produktif adalah kewajiban pemilik tanah dan pohon-pohonnya (pengadaan bibit).
Penggarap kadang tidak selamannya mempunyai waktu untuk mengurus pohon-pohon yang ada di kebun, tetapi kadang-kadang ada halangan untuk mengurusnya, seperti sakit atau bepergian. Apabila penggarap tidak mampu bekerja keras karena sakit atau bepergian yang mendesak, musaqah menjadi batal, tetapi penggarap diwajibkan untuk mendapatkan penggantinya selama ia berhalangan. Pendapat ini dikemukakan oleh Mazhab Hanafi.
Apabila penggarap tidak mampu menggarap tugasnya mengurus pohon-pohon, sedangkan penjual buah sudah waktunya tiba, menurut Imam Malik, penggarap berkewajiban menyewa orang lain untuk menggantikan tugasnya mengurus pohon-pohon. Orang kedua ini tidak memperoleh bagian yang dihasilkan dari musaqoh karena orang kedua dibayar oleh musaqi sesuai dengan perjanjian.
Imam Syafi’I berpendapat bahwa musaqoh batal apabila pengelola tidak lagi mampu bekerja untuk mengurus pohon-pohon yang ada di kebun atau di sawah yang di-musaqahkan, sebab penggarap telah kehilangan kemampuan untuk menggarapnya.[1]
B.     Muzaroah
1.      Pengertian dan Landasan Hukum Muzaroah
Menurut Bahasa, kata muzaroah adalah kerjasama mengelola tanah dengan mendapatkan sebagian hasilnya. Sedangkan menurut istilah Fiqh ialah pemilik tanah memberi hak mengelola tanah kepada seorang petani dengan syarat bagi hasil atau semisalnya. Menurut Hanafiyah muzaroah  adalah akad untuk bercocok tanam pada sebagian yang keluar dari bumi. Sementara menurut Hanabilah, muzaroah  adalah pemilik tanah yang sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit.[2] Dalam pengertian lain ada yang menyebut, muzaroah  yaitu paroan sawah atau lading, seperdua, sepertiga atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari petani (orang yang menggarap).[3]
Dalam mukhobaroh, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedangkan dalam al-muzaroah,  bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik. Kerjasama dalam bentuk muzaroah  ini merupakan kehendak dan keinginan kedua belah pihak, oleh karena itu harus terjadi dalam suatu akad atau perjanjian, baik secara formal dengan ucapan ijab  dan  qabul , maupun dengan cara lain yang menunjukkan bahwa keduanya telah melakukan kerjasama secara rela sama rela.
Dapat dijelaskan bahwa  muzaroah  merupakan kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan benih (bibit) tanaman berasal dari pemilik tanah. Bila bibit disediakan sipekerja, maka kerjasama ini disebut  mukhabaroh.
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum muzaroah  adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas ra.[4]
أنّ النّبيّ ص م لم يحرم المزرعة و لكن أمران يرفق بعضهم ببعض بقوله من كانت له أرض فليزرعها أو ليمنحها أخاه فان أبى فلييمسك أر (رواه البخاري)
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Saw. Menyatakan, tidak mengharamkan bermuzaraah bahkan beliau menyuruh, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barang siapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau memberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”
2.      Rukun dan Syarat Muzaroah
Menurut Hanafiah rukun muzaroah  ialah akad, yaitu ijab  dan qabul antara pemilik dan pekerja, secara rinci rukun-rukunnya yaitu tanah, perbuatan pekerja, modal dan alat-alat untuk menanam.[5]
Sementara menurut Hanabilah, rukun  muzaroah  adalah satu yaitu ijab  dan  qabul , boleh dilakukan dengan lafadz apa saja yang menunjukkan ijab  dan qabul dan bahkan muzaroah  sah dilafadzkan dengan lafadz ijarah.[6]  Menurut jumhul ulama  ada empat rukun dalam muzaroah yaitu:
a.       Pemilik tanah
b.      Petani penggarap
c.       Objek al-muzaroah
d.      Ijab  dan qabul  secara lisan maupun tulisan
Sedangkan syarat-syarat muzaroah  adalah sebagai berikut:[7]
a.       Syarat yang bertalian dengan aqidain yang harus berakal.
b.      Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan adanya penentuan macam apa saja yang harus ditanam.
c.       Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman sebagai berikut:
1)      Bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya ketika akad.
2)      Hasil adalah milik bersama.
3)      Bagian antara amil (pemilik tanah) dan malik (pekerja) adalah satu jenis barang yang sama. Jika bagian antara amil dan malik tidak sama maka tidak sah.
4)      Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui.
5)      Tidak disyaratkan bagi salah satunya ada penambahan yeng telah diketahui.
d.      Hal yang berhubungan dengan tanah akan ditanami sebagai berikut:
1)      Tanah tersebut dapat ditanami.
2)      Tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
e.       Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya ialah sebagai berikut:
1)      Waktunya sudah ditetapkan.
2)      Waktunya itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (bergantung pada tekhnologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan tempat).
3)      Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut kebiasaan.
f.       Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzaroah alat tersebut disyariatkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada pemilik tanah.
C.    Mukhobaroh
1.      Pengertian dan Landasan Hukum Mukhobaroh
Secara etimologis mukhobaroh adalah tanah yang gembur (khibar).[8] Secara istilah mukhobaroh ialah kerja sama pengolahan pertanian antara lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepaang beda si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal dari penggarap. Bentuk kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan. Biaya dan benihnya dari pemilik tanah.[9]
Ulama Syafi’iyah membedakan antara muzaroah dan mukhabarah:
المحبرة عمل الارض ببعض ما يحرج منها والبذرمن. والمزارعة هي المخابرة ولكنّ البذرفيها يكون من المالك. العامل
Artinya: “ Mukhabarah adalah mengelola tanah diatas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola. Adapun muzaroah sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya verasal dari pemilik tanah.”[10]
Dapat dipahami dari pemaparan di atas bahwa mukhobaroh dan muzaraah  ada kesamaan dan ada pula perbedaan. Persamaannya ialah antara mukhabarah  dan muzaraan  terjadi pada peristiwa yang sama, yaitu pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola. Perbedaannya ialah pada modal, bila modal berasal dari pengelola disebut mukhabarah, dan bila modal dikeluarkan dari pemilik tanah disebut mizaraah. Pada umumnya, kerja sama mukhabarah  ini dilakukan pada perkebunan yang benihnya relative murah, seperti padi, jagung dan kacang. Dalam mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani), karena dialah hakikatnya yang menanam, sedangkan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari keduannya, maka zakat diwajibkan kepada keduannya jika sudah mencapai nishab, sebelum pendapatan dibagi dua.
Landasan hukum yang membolehkan mukhabarah  dan muzaraah,  dari sabda Nabi Saw yang artinya:
“Dari Thawus ra bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: lalu aku katakan kepadannya: Ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi Saw telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudarannya lebih baik ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu”. (HR. Muslim)[11]
Jadi, hukum mukhabarah sama seperti muzaraah yaitu mubah atau boleh dan seseorang dapat melakukannya untuk dapat memberi dan mendapat manfaatnya dari kerja sama muzaraah dan mukhabarah ini. Mengenai syarat dan rukun mukhabarah adalah sama dengan muzaraah.
D.       Hikmah Musaqah, Muzaraah dan Mukhabarah
a.     Musaqah
Ada orang kaya yang memiliki tanah yang ditanami pohon kurma dan pohon-pohon yang lain, tetapi dia tidak mampu menyirami atau memelihara pohon ini karena ada suatu halangan yang menghalanginya. Maka Allah yang maha bijaksana memperbolehkan orang itu untuk mengadakan suatu perjanjian dengan orang yang dapat menyiraminya, yang masing-masing mendapatkan bagian dari buah yang dihasilkan. Dalam hal ini ada dua hikmah:
1)      Menghilangkan kemiskinan dari pundak orang-orang miskin sehingga dapat mencukupi kebutuhannya.
2)      Saling tukar manfaat antar manusia.
Disamping itu, ada faedah lain bagi pemilik pohon, yaitu karena pemelihara telah berjasa merawat hingga pohon-pohon menjadi besar. Kalau seandainya pohon itu dibiarkan begitu saja tanpa disirami, tentu dapat mati dalam waktu singkat. Belum lagi faedah dari adanya ikatan cinta, kasih sayang, antara sesame manusia, maka jadilah umat ini umat yang bersatu dan bekerja untuk kemaslahatan, sehingga apa yang diperoleh mengandung faedah yang besar.[12]

b.      Muzaraah
Ada beberapa hikmah muzara’ah diantaranya adalah:
a.     Terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan penggarap.
b.      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c.    Tertanggulanginya kemiskinan.
d.  Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
c.       Mukhabarah
Sebagian orang ada yang mempunyai binatang ternak. Dia mampu untuk menggarap sawah dan dapat mengembangkannya, tetapi tidak memiliki tanah ada pula orang yang memiliki tanah yang subur untuk ditanami tetapi tidak punya binatang ternak dan tidak mampu untuk menggarapnya. Kalau dijalin kerjasama antara mereka, dimana yang satu menyerahkan tanah dan bibit, sedangkan yang lain menggarap dan bekerja menggunakan binatangnya dengan tetap mendapatkan bagian masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan tersebut.[13]








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari pembahasan diatas mengenai muzaraah, mukhabarah  ialah dimana suatu akad kerja sama yang dilakukan antara dua orang dalam pengelolaan  pertanian antara pemilik lahan dan si penggarap. Dalam muzaraah  pemilik lahan menyerahkan lahan pada si penggarap untuk ditanam dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya dari pemilik lahan.
Terdapat kesamaan antara muzaraah  dan mukhabarah dari pembagian kerja sama tersebut dan yang membedakannya adalah apabila modal berasal dari pemilik lahan maka disebut muzaraah dan apabila modal berasal dari si penggarap itu sendiri maka disebut mukhabarah. Dan untuk pembagian hasil sesuai kesepakatan masing-masing yang melakukan kerja sama tersebut. Sementara itu, musaqah ialah antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusinya.

B.     Saran
Penulis banyak berharap pada pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnannya makalah ini dan untuk penulis makalah di kesempatan berikutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Sholahuddin, Muhammad, 2011, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan dan Bisnis Syariah, Jakarta: IKAPI
Nawawi, Ismail, 2012,  Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia.
Rasjid, Sulaiman, 1994, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
                 Sahrani, Sohari, Rufah, Abdullah, 2011, Fikih Muamalah, Bogor: Ghalia Indonesia.
Syafi’I, Rahmat, 2006,  Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia.
Pelangi Laskar, Tim, 2013, Metodologi Fiqih Muamalah, Kediri: Lirboyo Press.


REFRENSI:

[1] Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 165-167.
[2] Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, 161.
[3] Sulaiman Rasjid,  Fiqih Islam,  (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 1994), 301.
[4] Sohari Sahrani, Rufah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 215.
[5] Ismail Nawawi,  Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, 163
[6] Sohari Sahrani, Rufah Abdullah,  Fikih Muamalah, 127.
[7] Sohari Sahrani, Rufah Abdullah, Fikih Muamalah 216-217.
[8] Tim Laskar Pelangi, Metodologi  Fiqih Muamalah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 318.
[9] Muhammad Sholahuddin, Kamus Istilah Ekonomi , Keuangan dan Bisnis Syariah. (Jakarta: IKAPI, 2011), 108.
[10] Rachmat Syafei,  Fiqih Muamalah, (Bandung: Puataka Setia, 2000), 206.
[11] Sahari  Sahrani, Rufah Abdullah,  Fiqih Muamalah, 216.
[12] Rahmat Syafi’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Puataka Setia, 2006), 70
[13]  Rahmat Syafi’I,  Fiqih Muamalah, 72.

1 komentar untuk "Makalah Ruang Lingkup Musaqoh, Mukhobaroh, Muzaro'ah"

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    BalasHapus