Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KUPAS TUNTAS FIQIH MUAMALAH DAN PENERAPANNYA DI ERA MODERN


Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad ataumelakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat digunakan dalam setiap masa, islam sendiri telah mengatur hal-hal tersebut dalam fiqih muamalah. Lalu apa fiqih muamalah itu??
Secara etimologis, Fiqh Mu’amalah berasal dari bahasa Arab, yaitu Fiqh dan Mu’amalah. Sebelum mengetahui fikih muamalah maka kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu fikih dan muamalah terlebih dahulu, sehingga nantinya kita akan dapat menguraikan penjelasan fiqih muamlah dengan jelas.
Adapun Fiqh adalah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Sumber lain menyebutkan definisi Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara rinci.
Sedangkan Mu’amalah berasal dari kata)  معاملة  - يعامل  - (عامل   dengan wazan (فاعل – يفاعل – مفاعلة) yang artinya bermakna saling bertindak, saling berbuat, saling mengamalkan. Secara terminologi, muamalah mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas mu’amalah berarti aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi/pergaulan sosial. Dan dalam arti sempit, mu’amalah berarti aturan Allah yang wajib ditaati, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Jadi mu’amalah adalah menyangkut af’al ( perbuatan ) seorang hamba. Menurut pendapat lain, Mu’amalah adalah hubungan kerja antar manusia yang dibina atas perikatan-perikatan dan perjanjian-perjanjian yang saling merelai demi mencapai kemaslahatan bersama.
Setelah mengetahui fikih dan muamalah maka dari sini kita dapat menguraikan bahwa Fiqih Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.  Hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Adapun ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social, ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas. Dalam kajian fiqih ruang lingkup muamalah yakni; Harta, Hak Milik, Fungsi Uang, Buyu’ (tentang jual beli), Ar-Rahn (tentang pegadaian), Hiwalah (pengalihan hutang), Ash-Shulhu (perdamaian bisnis), Adh-Dhaman (jaminan, asuransi), Syirkah (tentang perkongsian), Wakalah (tentang per-wakilan), Wadi’ah (tentang penitipan), ‘Ariyah (tentang peminjaman), Mudharabah (syirkah modal dan tenaga), Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun), Muzara’ah (kerjasama per-tanian), Kafalah (pen-jaminan), Taflis (jatuh bangkrut), Al-Hajru (batasan ber-tindak), Ji’alah (sayembara, pemberian fee), Qaradh (pejaman), transaksi valas, ’Urbun (panjar/DP), Ijarah (sewa-menyewa), Riba, konsep uang dan kebi-jakan moneter, Shukuk (surat utang atau obligasi), Faraidh (warisan), Luqthah (barang tercecer), Waqaf, Hibah, Washiat, Iqrar, Qismul fa’i wal ghanimah (pem-bagian fa’i dan ghanimah), Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat), Ibrak (pembebasan hutang), Muqasah (Discount), Kharaj, Jizyah, Dharibah,Ushur, Baitul Mal dan Jihbiz, Kebijakan fiskal Islam, Keadilan Distribusi, Perburuhan (hubungan buruh dan ma-jikan, upah buruh), monopoli, Pasar modal Islami dan Reksadana, Asuransi Islam, Bank Islam, Pegadaian, MLM, dan lain-lain.
Setiap zaman pasti akan muncul persoalan-persoalan baru mengenai fiqih muamalah. Dengan kata lain Fiqh Muamalah ini bersifat Fleksibel dan menyesuaikan zaman, sebagai contoh ialah jual beli di minimarket, dulu dizaman nabi dalam bertransaksi jual beli akad diucapkan seperti "baiklah saya terima barang ini dengan harga segini", namun seperti yang kita lihat sekarang di beberapa minimarket, kita hanya cukup mengambil barang dan langsung membayarnya di kasir tanpa mengucapkan sebuah akad. Apakah hal tersebut diperbolehkan? Tentu saja boleh, karena ketika kita melihat harga barang yang tertera di label dan kita mengambil barang tersebut untuk membelinya lalu membayarnya, sama saja kita telah menyetujui harga tersebut dan telah memenuhi kesepakatan dalam akad. Tentu saja boleh, karena ketika kita melihat harga barang yang tertera di label dan kita mengambil barang tersebut untuk membelinya lalu membayarnya, sama saja kita telah menyetujui harga tersebut dan telah memenuhi kesepakatan dalam akad.
Contoh lain yaitu tentang maraknya berita mengenai keharaman transaksi Go-Food, benarkah Go-Food haram? Mari kita bahas:
Cara melakukan pemesanan makanan melalui Go-Food adalah dengan mengklik fitur Go-Food pada aplikasi GO-JEK. Nantinya akan muncul berbagai macam restoran dan rumah makan yang terlacak sesuai dengan lokasi disekitar pengguna. Selanjutnya pengguna mulai bisa memilih menu makanan yang akan dipesan. Setelah menyetujui pesanan, maka pengguna tinggal menunggu makanan diantar pihak GO-JEK. Saat menunggu pesanan datang, pengguna bisa melacak keberadaan kurir dan menghubunginya jika pesanan belum juga datang dalam waktu lama. Mengenai pembayaran, menu makanan yang telah dipesan akan dibayar dulu (ditalangi sementara) oleh pihak GO-JEK. Ketika makanan telah sampai, barulah pengguna membayar dengan uang tunai atau melalui GO-JEK Kredit. Mengenai ketentuan pembayaran, disebutkan dalam website resmi go-jek.com sebagai berikut :
  • Anda setuju dan mengakui bahwa Anda akan membayar sesuai dengan tanda terima yang diterbitkan oleh restoran atau toko yang diserahkan oleh Penyedia Layanan kepada Anda dalam menggunakan layanan Pengiriman Makanan dan Pembelanjaan Pribadi.
  • Makanan atau barang yang dipesan dengan layanan Pengiriman Makanan dan Pembelanjaan Pribadi harus dibayar tunai pada saat penyerahan makanan atau barang jika nilai makanan atau barang di bawah Rp1.000.000 (satu juta Rupiah).
  • Setiap pemesanan layanan Pengiriman Makanan atau layanan Pembelanjaan Pribadi untuk barang atau makanan dengan total harga lebih dari Rp1.000.000, - (satu juta rupiah) harus dibayar tunai dimuka kepada Penyedia Layanan sebelum pelaksanaan Layanan.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan skema pembelian makanan dengan GO-FOOD adalah sebagai berikut:
  1. Pelanggan memesan makanan tertentu kepada driver (pengemudi GO-JEK) dengan menggunakan aplikasi di smartphone.
  2. Driver menerima pesanan tersebut kemudian membelikannya di tempat yang diminta.
  3. Driver menalangi pembayaran pesanan dengan uang pribadinya.
  4. Driver mengantar pesanan tersbut kepada pelanggan.
  5. Pelanggan membayar biaya antar
  6. Pelanggan mengganti biaya pembelian pesanan kepada driver.
Dari skema yang telah dipaparkan di atas, dipahami bahwa ada dua akad yang terjadi dalam transaksi tersebut, yaitu akad ijarah dan akad qardh. Akad ijarah (sewa) terjadi pada saat pelanggan meminta driver untuk mengantarkan makanan pesanannya ke tempatnya, lalu kemudian pelanggan membayar ongkos kirim kepada driver tersebut. Pelanggan, di sini berlaku sebagai mu’jir (penyewa jasa), sedangkan driver sebagai ajir (penyedia jasa), dan ongkos kirim yang dibayarkan sebagai ujrah (upah)nya.
Sedangkan akad qardh (hutang) terjadi ketika driver menalangi pembayaran pesanan dari pelanggan yang kemudian diganti oleh pelanggan pada saat driver mengantarkan pesanan tersebut. Maka driver berlaku sebagai muqridh (pemberi pinjaman) dan pelanggan sebagai muqtaridh (peminjam). Maka dalam hal ini transaksi Go-Food menggabungkan dua akad sekaligus yaitu ijarah dan qardh. Tetapi pertanyaannya kemudian adalah apakah gabungan dua akad ini masuk ke dalam kategori gabungan akad yang diharamkan?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan coba mencocokkan skema transaksi Go-Food dengan ketentuan multi akad yaitu multi akad yang diharamkan adalah multi akad yang masuk ke dalam kategori bai’atain fi bai’ah/shafqatain fi shafqah atau bai’ wa salaf. Penafsiran bai’atain fi bai’ah paling kuat menurut mayoritas ulama adalah jual beli dengan dua harga tanpa ditentukan harga mana yang diambil. Jika mengacu pada penafsiran ini, jelas transaksi Go-Food tidak masuk ke dalam kategori bai’atain fi bai’ah karena harga makanan yang ditagihkan kepada pelanggan adalah harga pasti yang sesuai dengan harga toko di mana makanan itu dijual.  Sedangkan penafsiran lain dari bai’atain fi bai’ah yang dianggap relevan oleh Dr. Nazih Hammad adalah penafsiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim yaitu jual beli ‘inah (jual beli kamuflase untuk mendapatkan pinjaman berbunga). Dengan penafsiran ini pun transaksi Go-Food tidak masuk ke dalam kategori bai’atain fi bai’ah karena praktek jual beli ‘inah sama sekali tidak terjadi dalam skema transaksinya.
Kemudian apakah transaksi Go-Food termasuk ke dalam kategori bai wa salaf (gabungan akad jual beli dan hutang)? Sekilas memang sepertinya transaksi di dalam Go-Food menggabungkan antara jual beli dan hutang, karena ijarah termasuk ke dalam jual beli jasa/manfaat. Tetapi tentu saja hadits larangan bai wa salaf tidak dipahami oleh para ulama secara tekstual. Jika kita merujuk kepada penafsiran Imam Ahmad, yang juga dipilih oleh Dr. Ali Muhyiddin, bahwa yang dimaksud menggabungkan jual beli dan hutang adalah yang sifatnya mengarah kepada riba yaitu jika si pemberi pinjaman mensyaratkan kepada peminjam untuk membeli barang darinya dengan harga yang dilebihkan. Artinya di sini si pemberi pinjaman mengeksploitasi si peminjam dengan mengambil manfaat darinya berupa pembelian barang dengan harga mahal, dan dengan terpaksa si peminjam menerima hal itu karena kebutuhan akan pinjaman tersebut. Dengan kata lain si pemberi pinjaman di sini menjadi pihak yang dominan.
Dalam transaksi Go-Food hal tersebut tidak terjadi karena driver sebagai pemberi pinjaman (muqridh) tidak menjadi pihak yang dominan dan tidak menerima manfaat dari pelanggan berupa mark-up  harga makanan yang dipesan oleh pelanggan, melainkan harga yang dibayarkan adalah harga yang sama dengan harga normal yang dijual di toko atau restoran. Sehingga ‘illat riba di sini tidak ada karena pinjaman yang diberikan oleh driver hanya karena alasan kepraktisan semata, bukan dengan tujuan ingin mendapatkan nilai tambah atas pinjaman tersebut.
Kemudian jika melihat ketentuan hukum multi akad di mana yang diharamkan adalah multi akad yang direkayasa untuk mengarah kepada hal yang dilarang, maka transaksi Go-Food juga tidak memenuhi kriteria tersebut. Karena akad ijarah dan akad qardh di dalamnya tidak dilakukan untuk rekayasa kepada hal yang dilarang melainkan akad qardh terjadi karena sekedar ‘efek samping’ dari transaksi tersebut. Begitu juga dalam disebutkan bahwa multi akad yang dilarang adalah jika akad-akad yang digabung menghasilkan konsekuensi hukum yang saling bertolak belakang. Sedangkan akad ijarah dan qardh dalam transaksi Go-Food sama sekali tidak bertolak belakang, melainkan justru saling menopang dan memudahkan. Sebab jika driver tidak menalangi pembayaran, pemesan akan kesulitan karena harus mentransfer uang terlebih dahulu ke rekening driver. Maka untuk alasan kemudahan itulah kemudian driver melakukan akad qardh dengan menalangi pembelian makanan yang dipesan oleh pelanggan. Dan pelanggan tinggal menggantinya ketika driver telah sampai ke tempatnya.
Setelah melihat ketentuan hukum tentang multi akad seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi pemesanan makanan dengan Go-Food sama sekali tidak termasuk ke dalam kategori multi akad yang diharamkan. Dengan demikian transaksi Go-Food hukumnya boleh dan tidak melanggar ketentuan syariah. Ditambah lagi, transaksi jual-beli secara online belakangan ini menjadi kebutuhan, khususnya bagi masyarakat perkotaan yang biasanya memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, sehingga dengan adanya fitur jual beli atau jasa antar online seperti Go-Food, bisa membantu dan memudahkan mereka agar tidak perlu repot-repot mencari barang atau makanan yang ingin dibeli keluar rumah atau kantor yang mana akan menghabiskan waktu dan tenaga ekstra mengingat kondisi jalanan di perkotaan yang biasanya macet.
Sebagai seorang muslim, mempelajari muamalah merupakan hal yang sangat penting, ada berbagai manfaat yang bisa didapat bila kita belajar muamalah dalam islam, salah satunya adalah memudahkan kita untuk mengetahui hukum-hukum fiqh tanpa perlu menghafalkan permasalahannya satu per satu. Manfaat keduanya yaitu membantu penentuan hukum kontemporer atau baru dengan mudah bila kita menguasai kaidah-kaidah fiqhiyah. Manfaat yang ketiga adalah mengetahui keindahan syari’at islam dari kaidah fiqh. Kita juga dapat mengatasi masalah yang ada sekarang ini dengan mudah bila menguasai kaidah-kaidah fiqh. Fiqh muamalah lebih berfokus pada urusan dunia terlebih lagi jual beli, jadi bila kita mempelajari muamalah ini kita akan bisa belajar masalah usaha atau bisnis. Bagaimana kita menjalankan toko toko dengan syari’at islam, salah satunya yaitu agar terhindar dari riba dan juga bertujuan untuk memberi kesejahteraan dan keadilan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan, seperti contoh-contoh yang telah disebutkan diatas.
Demikianlah penjelasan mengenai fikih muamalah, penerapan dan manfaatnya di era modern. Semoga bermanfaat. Amiin

1 komentar untuk "KUPAS TUNTAS FIQIH MUAMALAH DAN PENERAPANNYA DI ERA MODERN"